Secuil asa yang terbengkalai..
Alkisah pada suatu hari ke tiga bulan keempat tepatnya sebuah minggu manis nisfu sya'ban lahirlah anak manusia berneptu sepuluh dengan selamat, meski telah ada seorang putra dan dua orang putri tetaplah kehadirannya
disambut suka cita oleh pasangan tersebut berikut menganugerahinya dua nama nabi besar sekaligus...
Namun oleh karena kesibukan pasangan tersebut begitu tak terelakkan membuat si jabang bayi terjatuh ke asuhan asisten rumah tangga...
Hari demi hari bulan demi bulan, beberapa tahun pun berlalu, Baam kecil mulai bisa belajar membaca dan mulai bersekolah, seorang ustadz menggandeng tangan kecilnya ke sebuah surau kecil setiap sore bersama anak anak laennya dan mengajarinya alif ba' ta'.
Dalam pangkuannya pak ustadz begitu bersemangat mengajarinya namun secerca keresahan senantiasa menggelayuti hatinya, beliau hanya dapat menaruh secuil asa saja kiranya kelak si anak dalam pangkuannya itu bisa menjadi orang yang shaleh. Bagaimana bisa berharap besar lha wong orang tua si bocah adalah seorang Pendeta pimpinan gereja didaerahnya. Dan ada tertulis bahwasanya setiap anak manusia terlahir dalam keadaan fitrah (suci), kedua orang tuanyalah yang berperan menjadikannya yahudi nasrani, muslim dan sebagainya...
Bukan tidak mungkin ayah si bocah mendedikasikannya menjadi seorang misionaris kristen.
Secuil asa tak membuatnya putus asa untuk tetap mengajarinya hingga si bocah tumbuh besar dan dapat mengkhatamkan al Qur'an sebanyak dua kali putaran, namun keresahannya tak jua lenyap ditelan waktu bahkan kian menjadi. Pak Ustadz tak sanggup kalo suatu hari harus menyaksikan si bocah binaanya itu harus menjadi misionaris jegal sana jegal sini lagi berkalung salib. Keresahan itu mendesak pak ustadz untuk membawa santri kecilnya yang mulai beranjak remaja itu kepada seorang kiyai sepuh di sebuah daerah bernama Shabran kale kale pak kiyai dapat berbuat banyak...
Skenario kehidupan sudahlah tertulis rapi di Lauh Mahfudz hasrat ingin terus membimbingnya apa daya maut telah datang kepada ustadz begitu cepat. Secuil asa pun terlempar ke bahu pak kiyai...
Pak ustadz lumayan bisa tidur nyenyak di ranjang baka oleh karena masih ada pak kiyai yang membimbingnya di sisi santri spesialnya itu. Dan santrinya itu kebetulan juga rajin belajar dan tak bosan bosan...
Namun apa dikata skenario kehidupan haruslah dijalani dengan tertib hari ini ada di Surakarta hari depan bisa jadi ada di Merauke...
Sebuah job yang menarik membuat Baam kecil yang kini telah tumbuh sempurna telah lulus S2 pula terbang jauh ke kota Casablanca mengepakkan sayapnya melambungkan mimpinya setinggi langit Batavia...
Kedua orangnya tuanya begitu bangga atas apa yang diraih putra bungsunya tersebut walau ada seutas harapan yang tersisih dilubuk hati tuan pendeta, hati kecilnya berharap putra bungsunya itu akan menjadi penerusnya dan kembali ke sisinya di masa tuanya, dan berharap mendapatkan pasangan seorang wanita yang dapat memimpin pujian.
Sementara mbah yai hanya dapat bergumam, aduhai santri spesialku dimanakah engkau kini, mengapa tak lagi batang hidungmu terlihat, mengapa gerangan tak lagi dapat ku dengar gelak tawamu yang serenyah kerupuk yang baru mentas dari penggorengan..???
Sementara pilu jiwa pak ustadz begitu menyayat nyayat tatkala menyaksikan santri spesialnya itu berkalung salib beneran dan juga telah menjegal 4 orang wanita muslimah yang tak berdaya lagi lemah imannya, Akhirnya semua terjadi juga yang pak ustadz hawatirkan, ingin rasa menjewernya ingin rasa menghentikannya namun apa daya nasib orang mati hanya bisa menyaksikan namun tak dapat berbuat apa-apa.
Tanpa suara jiwa pak ustadz berterriak teriak minta tolong... Woyyy to looooooong, tooolooooooong siapapun yang kini berada di dekat santri spesialku hentikan dia, bimbing ke jalan yang benar jangan biarkan dia memanggil Tuhan kepada selain Allah, selamatkan diaaaaaaa......
Namun siapa gerangan yang dapat mendengar teriakan dari alam baka? Teman dekatnya yang seorang muslim dan seorang dosen + ustadz yang bernama pak eS pun tak mendengarnya.
Angin sepoi dari balik rerimbunan pohon pohon kamboja berbisik menghibur, tenanglah pak ustadz skenario belum berakhir, perjalanan belum usai... Akan kusampaikan teriakanmu kepada seseorang yang mungkin dapat berbuat sesuatu....
Sang Angin pun membawa keluhan pak ustadz nun jauh ke tlatah Jawi Wetan ke sebuah bekas kandang domba dimana seorang putri kiyai tinggal...
Aduhai pak ustadz apa gerangan yang bisa ku lakukan, sudikah ia mendengarkanku yang bukan gurunya bukan ibunya bukan pula khalifah negri ini?
Sudikah ia menerima bimbingan dariku yang bukan apa apa dan bukan siapa siapa bukan ustadz bukan kiyai lagi tak bergelar?
Sudikah ia mengikuti jejak langkahku Percayakah ia kepadaku yang bukan sahabatnya bukan pula saudaranya? Kalaupun daku ada hak untuk mendoakannya pun belum tentu sanggup menembus langit ke tujuh mengingat diri ini berlumur dosa dan kesalahan....
Usaha telah ia kerahkan, bahkan sebuah proposal telah ia layangkan kepada Tuhan semesta alam, ia mencoba menawar, menukar, membarter sebuah rizki iman dan islam dengan 100 ribu kali bacaan surat al ikhlas namuun usahanya sia sia belaka proposal gagal approave alias di tolak. Air mata juga tak berguna.
Orang mengira dirinya kuat padahal siapa yang tahu kalo hatinya sangat lemah tak ubahnya debu yang ambyar hanya karena disapu angin sepoi.
Dulu tak begitu, dulu dirinya begitu egois tak peduli orang laen, dia ingin masuk surga duluan dan lewat jalan pintas namun sejak bertemu dengan dedengkot kafir harby dirinya telah berubah dia tak peduli lagi dengan keinginan lamanya itu, keinginan barunya adalah melihat orang banyak selamat dan bahagia dikehidupan abadi ia pun rela kalo harus masuk sorga terakhir, dia tak peduli lagi dengan itung itungan pahala, dirinya sudah tak peduli dengan derajat tinggi, kalo ada jatah kavling di sorga untuknya sungguh ia ingin merajangnya menjadi sebanyak mungkin dan memberikannya kepada orang orang yang tak dapat. Itulah hikmahnya bertemu dengan orang itu. Dulu teman"nya begitu membenci orang tersebut karena kekejian mulutnya menghujat, teman"nya juga biasa membalasnya dengan caci maki, namun dirinya justru kerap menangisinya oleh karena terbayang betapa pedihnya azab yang akan orang itu dapatkan atas apa yang ia lakukan. Hatinya kian pilu tatkala dirinya tak berhasil membujuknya bertaubat. Ia juga hanya mampu menggigit jari tatkala hanya angan belaka lagi tak berguna yang bisa ia gambar, andaikan rizki iman itu sebuah roti tentulah sudah ia cincang miliknya menjadi sebanyak mungkin agar dapat ia bagi bagikan kepada mereka yang tak dapat bagian, andaikan rizki iman itu bisa dicopy paste tentulah sudah ia copas menjadi sebanyak banyaknya dan bisa ia bagikan, andaikan rizki iman itu adalah buah tentulah ia ingin mengunduhnya setiap hari berkeranjang keranjang lalu ia bagikan. Andaikan proposalnya di approave penuh semangat dirinya bertekad untuk menghabiskan waktunya untuk membarter rizki iman dan menghadiahkannya kepada orang orang kafir yang budiman. Sayang sekali ternyata ditolak.
Walhasil dengan menyesal ia harus berkata : maafkan aku pak ustadz aku gagal, aku bisa berkorban apa saja demi menyelamatkan anak manusia dari vonis abadi dineraka, aku siap berkorban apa saja untuk menyelamatkan santri kecilmu itu namun aku tak sampai hati kalo harus mengorbankan orang laen yang tidak bersalah juga, pun saya juga tidak berani kalo harus melakukan hal yang dibenci Allah....
Maaf pak ustadz kalo karenaku santri kecilmu itu jadi memilih teman hidup pendeta, kalo dia menjegal orang lagi bagaimana...??? Akukah yang dipersalahkan...?
Maafkan aku pak ustadz, aku tak dapat mewujudkan asamu...!! Maafkanlah...
Rasa bersalah menggelayuti hatinya, namun putus asa adalah dosa karena itu ia masih berharap suatu waktu Tuhan yang maha Baik berkenan mengabulkan doanya yang hampir tiap hari ia panjatkan........
Bersambuuung.....!!
Komentar
Posting Komentar